Wednesday, April 16, 2008

ISLAM TETAP SATU

LET'S GO BACK TO THE BEGINING OF THE CENTURY
Tulisan ini terilhami dari keperihatinan penulis terhadap kondisi generasi-generasi muda Islam yang sedang dilanda penyimpangan intellektual terhadap Islam. Dikarenakan maraknya misil ediologi –ediologi Barat yang berupaya mecahkan umat Islam dengan arahan dalang politik yang menghimpun paham seronok terhadap Islam. Mereka mencoba memperkenalkan ini kepada masyarakat dunia melalui media massa. Hal ini tentu mengakibatkan kesimpang-siuran fikiran dalam menanggapi Islam. Kaum barat yang di motori Amerika kini mulai memainkan peranan dalam kancah perpolitikan global dengan mengambing-hitamkan Islam sebagai poros utama kejahatan di dunia.
Salah satu upaya Barat dalam memecah Islam adalah dengan menyetarakan Islam dengan beberapa golongan, seperti halnya paham fundamentalis, liberalis, moderat, sekuler dan lain sebagainya. Ini merupakan salah satu upaya atau internal political devided, politik pecah-belah Barat dalam kubu Islam yang mengakibatkan umat Islam berlomba-lomba dalam mengategorikan pandangan dan golongan dirinya terhadap golongan tertentu yang dipandang dunia Barat sebagai golongan super..
Dalam sudut pandang Islam, ia sama sekali tidak mengenal penyetaraan Islam terhadap golongan tertentu. Sebuah pertanyaan nyata bagi kita, “Apa maksud dan siapa yang melatarbelakangi penyetaraan tersebut?”
Seperti halnya sebutan Islam Sekuler, semua pihak meyakininya karena kacamata Barat memandang golongan ini cinta akan kedamaian dunia dan memelihara ketenteraman dunia, golongan ini mulai diperkenalkan Barat secara luas hingga beberapa pemimpin di dunia seperti Soekarno dari Indonesia dan Maulana Azad dari India. Sedangkan yang tidak sependapat terhadap hal ini dikategorikan fundamentalis atau bahkan disebut sebagai Islam Ekstrim.
Belakangan ini kita mengenal istilah Fundamentalisme Islam atau Islam Fundamentalis. Istilah ini cukup populer dalam media massa dan juga hangat diperbincangan dalam diskusi perpolitikan global tanpa mengaji ulang apa maksud dan hakikat siapa yang bermain dibelakangnya. Seluruh umat Islam menghindari golongan ini karena golongan ini dirasa akrab dengan aksi pembantaian dan pemboman. Padahal bila kita menganalisa lebih dalam maksud fundamentalis dalam pengertian bahasa, maka sangatlah bertentangan dengan maksud dan propaganda Barat dalam menggunakan istilah ini di media massa.
Fundamentalis berarti professional dalam bidang tertentu.Untuk menjadi seorang dokter, dia harus fundamentalis dalam bidangnya agar bisa dikatakan ahli dalam bidangnya. Sama halnya dengan profesi seorang dosen, bila tidak fundamentalis dalam bidangnya ataupun jurusannya, maka belumlah dikategorikan sebagai dosen karena tidak memiliki konsekuensi terhadap bidangnya.Seorang muslim pun kalau dia tidak fundamentalis berarti dia belum bisa dikategorikan sebagai muslim, karena belum mengetahui Islam dengan sebenarnya. Seorang muslim janganlah hanya ikut–ikutan mengambil suatu pendirian karena Islam menganjurkan umatnya berintelektual mengkaji segala permasalahan.
Kaum Barat mengategorikan golongan ini bertentangan ediologi dengan mereka dalam segala aspek pemerintahan dan kebijakan. Seperti ruling party negara-negara yang berazaskan Islam seperti Hizbulah di Libanon, Gerakan Taliban di Afghanistan dan Pengikut Hamas di Palestina.
Sebuah catatan dan kritikan terhadap penyetaraan golongan ekstrimisme seperti Hamas yang merupakan golongan ekstrim bagi Amerika adalah sebuah kesalahan yang besar. Hamas adalah sebuah organisasi pembebasan rakyat Palestina yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Yasin yang berdiri pada tahun 1987 yang mengecam tindak kejahatan Zionisme yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Disebabkan sejarah permasalahan Holokus atau pembunuhan massal bangsa Yahudi di Jerman oleh Adolf Hitler pada masa Perang Dunia II, maka mereka memberikan dukungan kepada Israel atas hak Palestina. Mengapa pembunuhan massal yang dilakukan Adolf Hitler berdarah Eropa berujung pada kesengsaraan rakyat Palestina? Ini adalah suatu catatan bahwasanya penggolongan Islam terhadap beberapa golongan yang dilontarkan Barat adalah sebuah ego politik semata!
Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia setelah Pakistan yang memisahkan diri dari India dan membentuk negara berdaulat pada tahun 1947. Menurut Sensus, sekitar 89% mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Sebagian masyarakat dunia pun memandang bahwasanya Islam di Indonesia adalah Islam yang toleran karena Islam di Indonesia mengajarkan toleransi antar umat beragama.
Islam Liberal yang merupakan kolaborasi antara pemikiran Barat dengan cendekiawan muslim yang menekankan pemahaman muslim yang terbuka dan saling toleran yang mulai disebarkan keapda aktivis-aktivis muda Indonesia. Kita harus mengkaji juga, “Dimanakah munculnya ediologi ini serta siapakah yang memotorinya?
Secara bahasa, Liberal berarti respek ataupun hormat kepada komunitas, agama, budaya dan sebagainya. Secara, sepihak kita memandang, “Mengapa golongan ini harus timbul dan membentuk sebuah komunitas sendiri, membedakannya dengan ajaran Islam yang lain? Sedangkan ajaran Islam sendiri terdapat nilai rasa menghormati komunitas lain dalam menjalankan ibadah dan spiritual keagamaan dan tidak melakukan tindak kesewenangan terhadap komunitas beragama lain selagi dia tidak mengganggu dan mengusik kita.
Kita harus mengkaji ini lebih dalam dan memfilter segala ediologi ataupun sebutan Barat yang diperkenalkan ke masyarakat Timur, khususnya kepada Indonesia. Idiologi merupakan suatu yang penting dalam sebuah peradaban dan berperan penting dalam pola fakir. Karena peradaban Barat dan peradaban Timur tidak akan pernah menyatu, karena Kaum Barat dan Islam memiliki peradaban masing–masing, peradaban Barat cenderung materialis dan merupakan kolaborasi peradaban Yunani Kuno yang tidak mengenal Tuhan, memandang segala sesuatu melalui materi dan menuhankannya.

Penulis: Handoko
Mahasiswa Program B.A. Jurusan Ilmu Politik
Aligarh Muslim University India

Sunday, April 13, 2008

EKSISTENSI NUKLIR
DALAM PERPOLITIKAN GLOBAL
Argumentasi Legitimasi Nuklir Pasca Perang Dunia II

The nuclear space-age presenting humankind with dilemma of creation or destruction, has sharply posed the question of realism in politic.In the context of our inquiry, we can identify there are many changes of fundamental nature due to nuclear existence of nuclear in the political weapon having come to play crucial role in defense of the foreign policy of security Global .nuclear has become the main subject among the contemporary political actor. Nuclear deterrence and diplomacy are the main political analysis at the globalization. What is the background of these phenomena? What is the effect of the nature changing of that fundamentalist?

Saat ini istilah nuklir lumayan sangat sering di perbincangkan dan di diskusikan di beberapa kalangan selain pakar politik dan praktisi hukum. Dari sebuah jamuan makan malam di hotel bintang lima hingga obrolan tukang becak di sore hari pun tak akan luput tanpa menyinggung segelintir aspek dari masalah nuklir. Ungkapan ‘nuklir’ sudah menjadi primadona glosarium yang langgeng sejak awal abad 20-an namun semakin hangat di perbincangkan hingga abad 21 ini.

Ditinjau dari aspek politik, setiap pembahasan nuklir ditinjau dari aspek tujuan hingga skalarisasi subjektif dan bagaimana nuklir dimanfaatkan, boleh dikatakan sangatlah sarat akan ulasan yang semakin up to date sepanjang masa.

Pada tulisan kali ini, saya hanya akan membahas kaitan antara legitimasi nuklir dalam perpolitikan global di pasca Perang Dunia ke-2. Legitimasi nuklir merupakan serangkaian strategi yang saat ini kian marak diterapkan sebagai salah satu pertahanan mencapai kedaulatan, dan sarana penegak kebijakan stabilitas pemerintahan sebuah negara. Namun beberapa oknum di antaranya justru sangat disayangkan, sering kali kinerja nuklir mendominasi hakikat politik demi mewujudkan sebuah cita-cita dan inspirasi individualisme egosentris kepentingannya dengan mengembangkan berbagai senjata nuklir berteknologi mutakhir.

Senjata nuklir terbuat dari uranium dan platonium yang murni kemudian dirakit sedemikan rupa menjadi sumber tenaga nuklir yang mampu menginvansi sebuah distrik. Semasa Perang Dunia II pada tahun 1945 ketika terjadi konflik antara Amerika Serikat dan Jepang, Amerika Serikat berhasil meledakan dua kota, yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan kelumpuhan Administrasi Jepang selama beberapa tahun.

Sebelumnya kita harus dapat membedakan pengayoman nuklir dan memiliki reaktor nuklir, pengayoman nuklir adalah pemanfaatan tenaga nuklir menjadi bahan bakar dan hanya sebagian negara negara Adikuasa saja yang dapat mengolahnya dan tidak semua negara mampu dalam konstraksinya dan sebab itulah hanya dimonopoli oleh negara-negara tertentu. Sedangkan reaktor nuklir adalah bagian yang paling mudah dan dapat di jadikau oleh setiap negara dan dibuat menjadi senjata Nuklir ,dan banyak negara adikuasa yang derel ataupun memberikan akan tawaran tersebut kepada negara- negara berkembang
Ketertarikan untuk pengayoman nuklir beserta reaktor nukir mulai berlanjut pasca Perang Dunia II. Sebagai satu contoh, pada tahun 1991 terjadi campur tangan Amerika Serikat terhadap negara–negara di Asia menyusul berakhirnya perang dingin antara blok barat yang menganut faham liberalisme, dengan blok timur yang menganut paham komunis. Setahun kemudian terbentuklah sebuah perkumpulan ‘bawah tanah’ yang dimotori Amerika Serikat bersama USSR (Union Soviet Socialist Republic), Cina, Jepang dan India. Perkumpulan lima negara ini membahas seputar stabilitasi dan perkembangan ekonomi, politik dan pertahanan di Asia secara umum dalam menghadapi tantangan era globalisasi di masa yang akan datang. Segala kebijakan luar negeri dan interaksi antara lima negara itu sangat mempengaruhi perpolitikan global terutama dalam kaitannya dengan permasalahan Asia secara umum. Namun Amerika Serikat turut ambil bagian di dalamnya. Padahal secara geografis, Amerika Serikat bukanlah bagian dari negara Asia. Alasan keikutsertaannya lebih di karenakan kuatnnya perekonomian Amerika Serikat di dukung besarnya ketergantungan negara Asia terhadapnya. Begitu dominannya peran Amerika Serikat terhadap Asia kala itu hingga pembahasan politik melebar hingga membahas keamanan dan peran serta nuklir sebagai salah satu legitimasi politik yang menguntungkan Amerika Serikat. Pembahasan tersebut pun akhirnya tak jarang mengundang kritik pedas setiap diplomat dan politikus lain.

Disamping itu Amerika Serikat masih memiliki maksud lain memotori kinerja nuklir di Asia dalam bidang industri. Taktik ini tentunya punya manfaat besar bagi Amerika Serikat dalam perkembangan industri dan perekonomian bagi negaranya di kemudian hari.

Kinerja nuklir bila diterapkan dalam perekonomian sangat menunjang dinamika kesejahteraan suatu bangsa dan merangsang laju perekonomian serta membangun sarana energi. Tetapi dalam realita, eksistensi nuklir dalam perpolitikan global lebih mengarah ke arah pengembangan senjata berbasis nuklir yang dijadikan sebagai suatu strategi persaingan yang makin mengundang kecemburuan negara- negara lain.

Keterpautan negara-negara Asia dalam pemberdayaan program nuklir mulai ditanggapi serius oleh negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat beserta sekutunya. Fenomena kemajuan teknologi dan militer negara-negara Asia akan mengundang trauma negara-negara Eropa akan kejayaan negara-negara Asia. Kemajuan negara Asia dalam teknologi akan mengancam peradaban Barat yang kian bebas dalam segala hal. Pembentukan negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang di motori oleh Amerika Serikat pada tahun 1949 yang di ikuti oleh beberapa negara Eropa seperti Belgia, Italia, Canada, Denmark, Yunani, dan beberapa negara-negara lainnya, bertujuan membangun hubungan perdagangan dan rill freedom sebagai fundamental demokrasi dalam sistem pemerintahan di negara-negara Eropa.

Amerika sebagai negara yang memotori pergerakan ini memiliki maksud, merangkul negara-negara Eropa untuk mendukung segala kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam mengatur segala permasalahn yang ada di Asia maupun dunia, dengan alasan penegakan demokrasi dan pelarangan atas penggunaan senjata nuklir, Amerika Serikat mulai mempolitisir percaturan politik di Asia.
Menurut salah seorang politikus BaraT, John Caaylh yang anti akan Zionisme mengatakan bahwasanya Amerika Serikat memotori perkumpulan NATO yang memiliki latar belakang tersendiri, dimana salah satu tujuannya untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara eropa dalam mengeluarkan segala kebijakan terhadap percaturan politik Asia .

Selain itu (Alliance of Asian State) atau negara-negara sekutu di Asia sangat perlu dalam merumuskan tujuan Amerika kedepan, pendekatan dengan dukungan dan materialistik terhadap suatu negara,adalah suatu strategi Amerika dalam menetralisir perpolitikan Asia

Dukungan Amerika atas pemberdayaan nuklir di India adalah suatu strategi yang kian jelas dalam mencari persekutuan, karena dilihat dari aspek tehnologi militer dan politik India memiliki keterpautan dan pengaruh yang besar dalam percaturan Asia, dengan merangkul India sebagai salah satu bagian dari negara sekutu, Amerika bermaksud menjadikan India sebagai salah satu basis dari kekuatan Amerika guna menguasai Asia

Teka-teki di balik dukungan Amerika mendukung akan program nuklir India dan tuduhan Amerika terhadap Iran beserta Korea Utara sebagai negara poros kejahatan (axis evil) beserta laporan Amerika ke dewan PBB tentang nukir Iran beserta Korea Utara untuk melakukan perucutan beserta pemusnahan akan senjata missile yang di miliki tanpa melakukan dialog ataupun diskusi dengan pemerintahan Iran dan Korea Utara. adalah suatu bukti bahwasnya nuklir di jadikan suatu senjata politik dalam kepuasan egoisme semata,

Begitu halnya India, mengapa pemerintah India besikeras dalam pengayoman nuklir dan mengeluarkan Devisa yang sangat besar dalam program ini, sedangkan sebagian besar masyarakat India masih hidup dalam garis kemiskinan, alangkah baiknya anggaran nuklir yang di miliki pemerintah di jadikan sebuah subsidi kemakmuran masyarakat miskin, kepentingaingan elite politik dan pertahanan akan eksistensi sebuah negara adalah salah satu latar belakang di balik eksistensi nuklir.

Saturday, April 12, 2008

Equality

EQUALITY OF SEX IN WESTREN VIEW
Pandangan barat tentang Equality ataupun persamaan status sex, antara lelaki dan wanita sangat kian sulit di defeneisikan secara akal dan rasional ,apabila kita menganalisa dan mengobservasi lebih jauh kita akan melihat .wanita dan lelaki memiliki perbedaan yang sangat jauh,baik rasa, bentuk,tenaga ,lingkungan
dan lain sebagainya .
Issue politik tentang equality status wanita mulai marak di angkat dan di permasalahkan dalam Dunia internasional.
Pernyataan yang menyatakan Islam telah menghalangi status wanita dalam berkarir adalah suatu rekayasa belaka.
Amerika yang bersembunyi di balik payung ham (hak asasi manusia)mulai menjadikan wanita sebagai peluru dalam memerangi islam
NB: Ham hanyalah senjata software amerika dalam memerangi Islam.
Ham ataupun (hak asasi manusia ) yang kian marak di sorakan Amerka adalah idiologi yang berwajah dua

Friday, April 11, 2008

Nasionalisme Adalah Prodak barat DON’T BELIEVE FULLLY100% TOWARD this Idiologi ,ISLAM IS ONE of the Religion IN WHICH NEVER SEE THE PEOPLE FROM the natioanality RACE AND COLOUR ,ISLAM NEVER DEVIDED HIS FOLLOWER TO ANY NATIONALITY AND BANGSA “ SO” NATIONALITY IS NEHIIIIII,
.JADI NASIONALISME YANG MERUPAKAN PAHAM IDIOLOGI BARAT ATAU PAHAM PATRIOT ADALAH :PEMECAH SILATURAHMI ANTARA UMAT ISLAM ,IDIOLOGI INI MENGAKIBATKAN NEGARA-NEGARA ISLAM SALING MENDAHULUKAN EGOISME DAN KEPENTINGAN POLITIK SEMATA ,WITHOUT MELIHAT OTHER KOMUNITAS ISLAM LAINNYA